Anggapan kalau jenggot bisa menjadi pembawa penyakit berasal dari sekitar enam dekade lalu.
Anggapan kalau jenggot bisa menjadi pembawa penyakit berasal dari sekitar enam dekade lalu. Dalam sebuah studi pada 1967, dilansir dari Washington Post, ahli mikrobiologi Manuel S. Barbeito dan rekan-rekannya menyemprotkan bakteri ke jenggot para peserta dan menemukan bakteri tersebut tetap ada, meski sudah dicuci dengan sabun dan air.
Pemikiran itu muncul kembali beberapa tahun kemudian. Kulit manusia dipenuhi mikroorganisme, seperti bakteri, virus, dan jamur. Bahkan, kita memiliki tungau yang hidup di bulu mata.
“Namun, tidak semua organisme yang kita temukan di kulit itu buruk,” ujar profesor klinis dermatologi di Weill Cornell Medicine, Shari Lipner kepada Washington Post.
Menurut profesor molekuler mikrobiologi dan imunologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Kimberly Davis, ada bakteri di seluruh tubuh kita, jadi tentu saja ada bakteri di jenggot. Mikroorganisme biasanya tidak menjadi masalah kecuali yang bersifat patogen dan masuk ke tubuh lewat luka, lecet, atau kerusakan lain pada kulit.
Para peneliti dalam studi yang diterbitkan di jurnal European Radiology (2019) menganalisis sampel kulit dan air liur dari 18 pria berjenggot berusia antara 18 hingga 76 tahun, serta sampel bulu dan air liur dari 30 anjing di beberapa rumah sakit Eropa.
Para peneliti mencari koloni bakteri patogen pada manusia dan anjing. Hasilnya, jenggot pria rata-rata lebih penuh dengan bakteri patogen dibandingkan bagian paling kotor dari bulu anjing. Jenggot pria tidak hanya mengandung lebih banyak mikroba yang berpotensi menular daripada bulu anjing, tetapi juga meninggalkan pemindai lebih terkontaminasi.
Dilansir dari Live Science, tujuh pria dan empat anjing dinyatakan positif mengidap mikroba patogen manusia—jenis bakteri yang dapat membuat seseorang sakit jika mereka mengkolonisasi bagian tubuh inang yang salah. Mikroba ini termasuk Enterococcus faecalis, bakteri usus umum yang diketahui menyebabkan infeksi, terutama saluran kemih pada manusia; serta Staphylococcus aureus, bakteri pengkolonisasi kulit atau lendir yang dapat hidup hingga 50% dari semua manusia dewasa, tetapi dapat menyebabkan infeksi serius jika memasuki aliran darah.