Berlari menjauhi stres

Orang yang hidup di kota memiliki risiko sebesar 21% terkena gangguan kecemasan, 39% risiko mood swing, dan dua kali potensi schizophrenia.

Ilustrasi olahraga lari./ Pixabay

Puluhan orang berlari mengelilingi lapangan sepak bola di Gelanggang Olah Raga Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (15/8). Beberapa di antaranya adalah pekerja yang berasal dari berbagai daerah di Jabodetabek.

Jika normalnya orang-orang berolahraga di pagi hari sebelum beraktivitas, para pekerja yang berlari di GOR Soemantri memilih berolahraga pada malam hari. Indra (27), pekerja sebuah bank swasta di wilayah Kuningan, memilih berlari saat malam agar badannya tetap bugar. “Kalau di kantor kan kerjanya cuma duduk saja, kurang gerak, makanya saya lari,” ucapnya.

Menurut Indra, dengan berolahraga ia bisa merasa senang setelah seharian suntuk bekerja di kantor. Senada dengan Indra, Kharis (31), lebih memilih berlari di malam hari. Ia sebelumnya pernah mencoba berlari pada pagi hari sebelum berangkat kerja ke kantornya di kawasan Kuningan. “Lari pagi itu repot. Saya mesti mandi lagi dan takut terlambat kalau ke kantor. Kalau malam kan, setelah berlari sudah enggak ada beban lagi,” ujar pegawai asuransi tersebut.

Sementara Maya mengaku sering berlari sepulang bekerja untuk menurunkan berat badan. “Ya, jujur aja sih aku lari buat nurunin berat badan sama ilangin stres pekerjaan,” katanya. Sama seperti Indra, dengan berlari Maya mengakui dirinya merasa lebih senang dan rileks.