Mengenal sleep-related eating disorder dan bahayanya

Sleep-related eating disorder (SRED) dikaitkan dengan gangguan tidur lainnya.

Ilustrasi seseorang tertidur./Foto CDD20/Pixabay.com

Penyanyi Afgansyah Reza atau Afgan mengaku memiliki kebiasaan makan sembari tidur atau sleep eating dalam program podcast Goyang Lidah, yang tayang di kanal Deddy Corbuzier yang dipandu komika Praz Teguh pada Kamis (1/2). Gangguan makan terkait tidur yang dialami Afgan dikenal dengan istilah sleep-related eating disorder (SRED).

Peneliti dari Sleep Disorders Center and Department of Psychiatry and Psychology di Mayo Clinic, R. Robert Auger dalam risetnya di jurnal Psychiatry (2006) menyebut, peneliti C.H. Schenck dan koleganya pertama kali menggambarkan SRED pada 1991. Penelitian itu terbit di jurnal Sleep (1991). Para peneliti melakukan eksperimen terhadap 38 pasien, dengan lebih dari 90% di antaranya dievaluasi menggunakan polisomnografi—pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosis gangguan tidur.

Meski peserta yang diamati memiliki banyak kondisi yang tumpang tindih dengan nocturnal eating syndrome (NES)—sindrom makan malam hari—tetapi kondisi tersebut dibedakan berdasarkan prevalensi yang lebih besar, seperti amnesia sebagian atau seluruhnya karena kebiasaan makan, hubungan yang kuat dengan gangguan tidur lainnya, dan frekuensi terbangun yang tinggi dari tidur gelombang lambat, mencirikan sebagai varian dari parasomnia non rapid eye movement (NREM). Selain itu, tak ada pasien yang mengalami gangguan makan sebelum tidur atau mengeluh insomnia awal yang khas tentang NES.

Menurut ahli saraf dan spesialis pengobatan tidur, Brandon Peters dalam Verywell Health, SRED diklasifikasikan sebagai parasomnia—gangguan tidur berupa perilaku tak biasa saat akan tertidur, sedang tidur, atau periode antara tidur dan bangun.

“Makan saat tidur terjadi selama ketidaksadaran sebagian atau seluruhnya. Makannya tidak terkontrol dan mungkin melibatkan kombinasi makanan yang aneh,” tulis Peters.