Milenial jadi generasi burnout, benarkah karena tuntutan orang tua?

Sifat milenial ini terbentuk salah satunya akibat faktor kecemasan ekonomi dan tuntutan yang terlalu banyak dari generasi sebelumnya.

Ilustrasi. iStock

Penulis Anne Helen Petersen baru saja merilis buku berjudul Can't Even: How Millennials Became Burnout Generation.

Buku ini mengulas soal generasi milenial yang akrab dengan burnout atau kondisi kelelahan fisik dan mental secara terus-menerus. Petersen mengidentifikasi karakter ini juga tumbuh akibat pola pengasuhan generasi sebelumnya, di mana orang tua mereka –para generasi baby boomers- terjepit dalam himpitan ekonomi setelah perang dunia kedua dan melahirkan generasi baru pada rentang 1980-1996.

Seperti ditulis The Atlantic, dia juga menggambarkan milenial sebagai generasi yang merasa telah mengoptimalkan kemampuan padahal hanya berfungsi sebagai robot pekerja. Menekankan bahwa sifat milenial ini terbentuk salah satunya akibat faktor kecemasan ekonomi dan tuntutan yang terlalu banyak dari generasi sebelumnya. Meski tak menggambarkan keseluruhan anak 1980 hingga 1990-an, gaya pengasuhan dengan mendikte tuntutan kepada anak secara intensif menjadi penyebab burnout. Gaya pengasuhan ini diterapkan di semua lapisan kelas sosial masyarakat saat itu.

Ekonomi memang memiliki andil besar dalam pola pengasuhan di Amerika. Apalagi jika orang tua harus bekerja keras untuk melunasi hutang.

“Lilitan ekonomi memaksa anak-anak menjadi orang dewasa dalam tubuh mini. Mereka dipaksa memiliki keterampilan dini terkait dengan hal-hal yang dipikirkan orang dewasa,” ujar Petersen dalam wawancaranya bersama The Atlantic.