Sosial dan Gaya Hidup

Sains di balik fenomena cinta pada pandangan pertama

Riset neurosains terbaru mengungkap bahwa bagian otak bernama dorsomedial prefrontal cortex berperan penting dalam menilai daya tarik dan potensi pasangan romantis hanya dalam hitungan detik.

Selasa, 28 Oktober 2025 15:31

Kisah-kisahnya cenderung identik: dua orang asing saling bertatapan di ruangan yang ramai, dan seolah waktu berhenti. Ada perasaan aneh di perut, udara terasa bergetar, dan entah kenapa—mereka seolah tahu: “inilah dia.”

Cinta pada pandangan pertama sudah lama jadi bahan bakar kisah romantis, dari novel, film, sampai pasangan manis yang tak henti bergandengan tangan di pesta makan malam. Tapi benarkah cinta bisa datang secepat itu? Atau hanya ilusi yang diciptakan tubuh kita sendiri?

Secara sederhana, cinta pada pandangan pertama adalah pengalaman merasakan ketertarikan yang begitu kuat pada seseorang di detik pertama bertemu—tanpa proses panjang saling mengenal atau jatuh perlahan. 

Banyak orang percaya pada momen semacam ini, namun pertanyaannya: apakah “getaran pertama” itu sungguh cinta, atau sekadar reaksi biologis yang salah tafsir?

Sebuah studi dalam Indian Journal of Endocrinology and Metabolism menyebut bahwa cinta pada pandangan pertama lebih tepat disebut sebagai “ketertarikan intens pada pandangan pertama.” Menurut psikolog klinis Kristen Roye (PsyD), yang sering meneliti hubungan antara emosi dan biokimia tubuh, rasa itu muncul karena ledakan hormon yang mendorong kita mencari kedekatan dan keintiman dengan orang yang menarik perhatian kita.

Christian D Simbolon Reporter
Christian D Simbolon Editor

Tag Terkait

Berita Terkait