close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi konflik dalam hubungan. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi konflik dalam hubungan. /Foto Unsplash
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 21 Oktober 2025 19:00

Bahaya enggak sih naksir orang lain saat sudah punya pasangan?

Naksir orang lain saat sudah punya pasangan ternyata fenomena yang lazim. Tapi, apakah itu berbahaya?
swipe

Dalam hubungan romantis jangka panjang, godaan tak selalu datang dalam bentuk perselingkuhan. Kadang ia muncul jauh tak kentara—dalam bentuk rasa suka yang tak diundang, yang datang begitu saja pada seseorang di luar hubungan kita.

Itu terjadi karena kita tak selalu bersama dengan pasangan kita. Saat bekerja, misalnya, kita bertemu dengan rekan kerja yang entah kenapa bikin kita merasa nyaman. Bisa juga kita mendadak punya perasaan tertentu pada teman lama yang sebelumnya terkesan "biasa" saja. Atau "crush" pada orang yang benar-benar baru kita kenal.

Fenomena ini ternyata bukan hal langka. Diperkirakan, hingga 70 persen orang dalam hubungan eksklusif jangka panjang pernah mengalami ketertarikan atau “crush” pada orang ketiga. Pertanyaannya, apakah perasaan itu sekadar percikan yang tak berarti, atau justru tanda bahaya bagi hubungan utama?

Sebuah studi baru yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Personal Relationships mencoba menjawabnya. Riset bertajuk “Do Crushes Pose a Problem for Exclusive Relationships: Trajectories of Attraction Intensity to Extradyadic Others and Links to Primary Relationship Commitment and Satisfaction” ini dilakoni oleh O’Sullivan dan rekan-rekannya pada 2025.

Dalam risetnya, tim peneliti melibatkan 172 responden yang sedang berada dalam hubungan jangka panjang, tetapi mengaku memiliki ketertarikan pada orang lain. 

Para peserta diminta mengisi serangkaian kuesioner tentang latar belakang, intensitas ketertarikan terhadap sosok “crush”-nya, serta kualitas hubungan dengan pasangan mereka. Pengisian dilakukan empat kali—pada awal penelitian, lalu empat, enam, dan dua belas bulan kemudian—untuk melihat bagaimana perasaan itu berkembang seiring waktu.

"Sepanjang perjalanan sebuah hubungan jangka panjang, berinteraksi dengan orang yang diam-diam kita taksir bisa menjadi ujian tersendiri bagi komitmen untuk tetap setia—terutama ketika hubungan itu dibangun di atas kesepakatan untuk saling menjaga eksklusivitas," jelas Sulivan cs dalam laporan riset yang dikutip, Selasa (22/10). 

Lantas, apa hasilnya? Rata-rata, tingkat ketertarikan terhadap orang ketiga berada di angka 4 dari skala 0–8. Tapi ketika dianalisis lebih dalam, para peneliti menemukan tiga pola utama yang menunjukkan bahwa dampak “crush” terhadap hubungan bisa sangat berbeda, tergantung konteksnya.

Pertama, kelompok “intensitas goyah” (47%). Inilah kelompok terbesar. Ketertarikan mereka terhadap sosok lain awalnya rendah hingga sedang, lalu perlahan menurun. Komitmen terhadap pasangan tetap tinggi, begitu juga dengan kepuasan hubungan yang relatif stabil. Dalam kasus ini, “crush” bersifat sementara dan tak mengganggu hubungan utama.

Kedua, kelompok “intensitas stabil” (37%). Mereka mengalami ketertarikan sedang yang bertahan lama. Namun di sisi lain, kepuasan terhadap hubungan utama justru menurun tajam seiring waktu. Di sinilah tanda bahaya mulai tampak: bukan karena “crush”-nya yang berlebihan, melainkan karena hubungan dasarnya sedang kehilangan pijakan emosional.

Ketiga, kelompok fast spinning (16%). Para responden di kelompok ini menunjukkan ketertarikan yang sangat tinggi sejak awal, bahkan sempat meningkat sebelum akhirnya menurun kembali. Komitmen terhadap pasangan pun menurun di awal, tetapi sedikit membaik di akhir.

Menariknya, menurut para peneliti, kepuasan hubungan mereka yang awalnya rendah justru meningkat sedikit setelah fase naksir itu berakhir. Itu menandakan seolah  fase “crush” menjadi semacam katalis untuk menilai ulang hubungan yang ada.

"Jelas, pada sebagian orang, ketertarikan terhadap sosok di luar hubungan utama berkaitan dengan memburuknya kualitas relasi—terutama menurunnya kepuasan romantis, disusul penurunan komitmen dan kepuasan seksual," tulis Sulivan dan kawan-kawan. 

Ilustrasi naksir. /Foto Unsplash

Perlu khawatir? 

Jadi, haruskah kita khawatir saat naksir orang lain ketika sedang dalam hubungan romantis bersama pasangan? Sebastian Ocklenburg, profesor psikologi di MSH Medical School, mengatakan jawabannya tergantung pada eskalasi rasa naksir. 

"Mayoritas crush tampaknya tak berbahaya dan bahkan bisa berlalu begitu saja tanpa meninggalkan luka. Dalam hubungan yang bahagia dan penuh cinta, rasa tertarik pada orang lain bisa sebatas kilasan perasaan yang manusiawi," kata Ocklenburg seperti dikutip dari Psychology Today. 

Namun, jika hubungan sedang goyah, “crush” bisa menjadi cermin—atau justru celah—yang memperbesar jarak di antara pasangan. Namun, ia menegaskan ketertarikan kecil pada orang lain bukan berarti cinta utama kita retak. 

"Itu (crush) hanya mengingatkan bahwa manusia tak kebal dari godaan, dan bahwa keintiman sejati bukan tentang menutup mata dari dunia luar, melainkan tentang tetap memilih orang yang sama, bahkan ketika ada peluang untuk berpaling," jelas Ocklenburg. 


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan