Bongkar pasang kebijakan Covid-19

Kepatuhan publik sangat mungkin mengemuka seiring dengan konsistensi pemerintah.

Dedi Kurnia Syah Putra

Terasa berat penanganan wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), semakin bertambah beban karena pemerintah dijangkiti pandemi komunikasi yang buruk, koordinasi pemerintah pusat dan daerah alami sengkarut, bahkan sesama elite di tingkat pusat tidak terkomando dalam satu instruksi. Padahal, wabah demikian signifikan menyebar dan memerlukan keseimbangan penanganan yang juga signifikan.

Bagaimanapun, wabah Covid-19 tidak saja soal virus yang menularkan penyakit hingga ancaman kematian, tetapi lebih dari itu, berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat, kelangsungan hidup karena terhentinya aktifitas. Dan tentu, kondisi itu memerlukan kehadiran pemerintah yang tidak saja fokus pada penanganan wabah, melainkan penanganan kelangsungan hidup warga negara.

Gagasan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dirumuskan presiden mendapat apresiasi, dengan asumsi penyebaran virus antar orang, solusinya menghentikan pergerakan orang, dengan PSBB. Tetapi implementasi tak semudah statemen presiden, satu kebijakan dengan multitafsir, riuh rendah terjadi, kebingungan publik merebak.

Sebenarnya, pertentangan kepentingan dalam politik merupakan hal lumrah, jika terjadi di dua kubu berseberang, antara pemerintah dan penentang (oposisi). Jika terjadi dalam kubu yang sama, maka itu murni konflik yang miliki risiko sangat besar, karamnya pemerintahan.

Terry M Moe dan Scott A Wilson dalam jurnalnya berjudul President and The Politic of Structure (1994), membahas detail terkait pertentangan kepentingan eksekutif dan legislatif. Pada saat presiden terbentur dengan kepentingan parlemen, maka presiden memungkinkan untuk mengambil langkah tidak rasional.