Kolom

Catatan atas instruksi Prabowo soal penghapusan kuota impor

Prabowo meminta jajaran menteri untuk tak membatasi kuota impor.

Kamis, 10 April 2025 13:43

Presiden Prabowo Subianto memerintahkan kepada para pembantunya di Kabinet Merah Putih untuk menghapus kuota impor. Selain membatasi pengusaha dalam berbisnis, menurut Prabowo, kuota impor juga hanya menguntungkan pihak tertentu. Oleh karena itu, Presiden meminta Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan tidak lagi memakai kuota impor. Siapa pun yang hendak mengimpor sebaiknya dibebaskan.

Ada pihak yang memaknai perintah Presiden ini sebagai langkah untuk membuka impor seluas-luasnya. Impor tidak perlu lagi diatur-atur alias dibebaskan. Tidak ada lagi kuota-kuotaan. Semua diserahkan kepada mekanisme pasar. Hemat saya, tafsir atau pemaknaan ini tidak tepat. Jika perintah Presiden dimaknai demikian, bukankah itu bertolak belakang dengan semangat kemandirian, semangat swasembada yang diusung Asta Cita? Bukankah Presiden juga berulangkali bilang dunia menuju proteksionisme.

Oleh karena itu, pernyataan Presiden harus dibaca sebagai perintah untuk tetap melindungi produsen dalam negeri tanpa harus menggunakan instrumen kuota. Dalam konteks pangan, tentu bagaimana melindungi petani, peternak, pekebun, dan nelayan dari produk impor yang mematikan tanpa menggunakan kuota. Makna ini amat faktual. Selain gelombang proteksionisme sejumlah negara ketika ada krisis, perang atau gejolak politik, harga pangan di pasar dunia tidak selalu mencerminkan daya saing. Harga pangan di pasar dunia bersifat distortif, baik karena subsidi, dukungan domestik maupun subsidi ekspor. Ini yang membuat harga pangan di pasar dunia murah.

Argumen bahwa harga pangan domestik mahal, yang kemudian menjadi dalih memuluskan impor, harus dibaca secara hati-hati. Di balik dalih itu, ada kehidupan jutaan petani, peternak, pekebun, dan nelayan yang dipertaruhkan. Perintah Presiden harus dimaknai para pembantunya di kabinet ihwal perlunya mencari instrumen selain kuota untuk melindungi produsen domestik, termasuk memastikan kecukupan pangan. 

Mengapa? Karena kuota itu tidak transparan, bahkan seringkali menjadi ajang favoristime kelompok tertentu di satu sisi dengan menganaktirikan kelompok lainnya. Yang faktual, belum lama ini sejumlah demonstran menyatroni Kementerian Perdagangan dan Kejaksaan Agung. Mereka mempersoalkan kuota impor bawang putih yang ditengarai hanya diberikan ke kelompok tertentu. Sementara importir dan pelaku usaha yang sudah puluhan tahun berbisnis bawang putih justru 2-3 tahun ini tidak mendapatkan jatah.

Khudori Reporter
Christian D Simbolon Editor

Tag Terkait

Berita Terkait