Keberpihakan pada transportasi umum

Kendala pembenahan transportasi umum di daerah antara lain, masih minim keberpihakan kepala daerah pada program transportasi umum di daerah.

Djoko Setijowarno

Di Indonesia, pengguna transportasi umum identik dengan kaum melarat alias kategori captive, tidak ada pilihan moda. Lain halnya di manca negara, penggunanya adalah kaum konglomerat alias orang kaya, walau punya pilihan moda. Pasalnya, kesadaran akan manfaat transportasi umum yang dimulai adanya keputusan politik eksekutif dan legistatif untuk berpihak pada penyelenggaraan transportasi umum.

Kota adalah tentang perpindahan orang bukan mobil. Urban mobility adalah bagaimana orang dapat berpindah dengan semua pilihan yang ada. Mobil bukannya dilarang di perkotaan, tetapi prioritas pergerakan kota diberkan pada moda yang paling efisien menggunakan ruang jalan (Sony Sulaksono Wibowo, Juli 2022).

Dominasi penduduk perkotaan (urban population) terhadap jumlah penduduk di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Worldometers mencatat pada 2019 jumlah penduduk perkotaan di Indonesia sebanyak 150,9 juta jiwa atau 55,8% dari total penduduk Indonesia yang sebesar 270,6 juta jiwa. 

Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, sebanyak 56,7% penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan pada 2020. Persentase tersebut diprediksi terus meningkat menjadi 66,6% pada 2035. Bank Dunia juga memperkirakan sebanyak 220 juta penduduk Indonesia akan tinggal di perkotaan pada 2045. Jumlah itu setara dengan 70% dari total populasi di tanah air.

Sudah barang tentu untuk menggerakkan mobilitas secara bersamaan dalam waktu bersamaan pasti akan memerlukan fasilitas transportasi umum massal. Jika masing-masing individu mengunakan kendaraan pribadi, tentunya akan menimbulkan kemacetan, peningkatan populasi udara, penggunaan BBM bertambah, tingkat strees warga meningkat. Juga angka kecelakaan juga tinggi.