Pemilu dan Kotak Suara Digital

Publik dapat melakukan kontrol terhadap kebijakan-kebijakan penyelenggaraan Pemilu.

Polemik Pemilihan Umum (Pemilu) selalu menarik perhatian untuk diperbincangkan. Terbaru, soal komitmen penghematan biaya penyelenggaraan Pemilu, dengan cara mengganti materi kotak suara, yang semula sebagian besar alumunium, pada pemilu 2019 akan didominasi oleh kotak suara berbahan kardus kedap air. 

Hal ini sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) nomor 15 tahun 2018. Esensi pemilu belum berganti, ia masih dianggap sebagai momentum pelibatan publik dalam menentukan perwakilan politik ditingkat negara, disebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, bekerja untuk sebesar-besarkan kepentingan publik yang telah memilihnya secara dominan. Dan memilih Presiden, pemimpin tertinggi di negara republik.

Berfungsi menjalankan pemerintahan yang telah dibuatkan platformnya oleh legislatif. Keterbukaan sebagai negara yang menganut sistem politik demokrasi, di mana publik menjadi penentu dalam pengambilan keputusan, baik melalui sistem perwakilan maupun langsung, perwakilan pada ranah penciptaan perundang-undangan yang dipercayakan kepada DPR, dan andil secara langsung dalam momentum Pemilu.

Pemilu adalah perayaan rutin yang dilaksanakan lima tahunan, di mana untuk pertama kalinya dilaksanakan pada 29 September 1955, dengan keikutsertaan 29 Partai Politik (Parpol). Momentum ini sekaligus untuk menentukan kepemimpinan nasional, serta keterwakilan nasional dan daerah (DPR dan DPD). 

Dalam prosesnya, ada beberapa komitmen yang menjadi ciri khusus sebuah praktik demokrasi, yakni keterbukaan penyelenggara atas praktik-praktik yang benar, adil, dan mempertimbangkan profesionalisme politik.