Pihak yang menolak RUU Penghapusan Kekekarasan Seksual tak memiliki bukti dan tidak berdasarkan fakta.
Koordinator Jaringan Kerja Program legislasi Pro Perempuan (JKP3), Ratna Batara Munti, mengatakan pihak yang menolak Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekekarasan Seksual tak memiliki bukti dan tidak berdasarkan fakta.
Hal tersebut diungkapkan Ratna menyikapi beredarnya sebuah petisi terkait penolakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disebut oleh pembuat petisi sebagai aturan yang mendukung legalnya praktik zina.
“Pada 27 Januari 2019 beredar petisi untuk menolak RUU PKS dengan judul ‘Tolak RUU Pro Zina’, petisi ini menuduh RUU PKS melanggengkan seks bebas dan membahas pemakaian jilbab.Namun, hal-hal yang mereka tuduhkan tidak ada dalam satu pasal pun di RUU PKS tersebut,” kata Ratna dalam konferensi persnya di Jakarta pada Rabu (6/2).
Menurut Ratna, penolakan terhadap RUU PKS telah melukai perjuangan korban kekerasan seksual. Selain itu, juga menihilkan kerja pendamping korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan dan pemulihan.
Padahal, kata Ratna, RUU PKS lahir dari pengalaman korban yang mengalami penderitaan berkepanjangan, tanpa mendapatkan keadilan dan pemulihan karena belum adanya payung hukum bagi kasus kekerasan seksual terebut.