Awan gelap penyelenggara pemilu dan dorongan reformasi

Banyak pihak mendesak agar KPU segera melakukan evaluasi atau berbenah diri, agar nama baik lembaga tetap terjaga.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/1).Foto Antara/Dhemas Reviyanto/wsj.

Awal 2020 sepertinya menjadi awan gelap bagi lembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu), yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU). Musababnya, salah satu komisioner KPU terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK juga telah menetapkan salah satu komisioner KPU, Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan suap atas penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, ia diamankan penyidik KPK di Bandara Soekarno-Hatta, pada Rabu (8/1) siang.

Kasus ini bisa menjadi pukulan telak bagi lembaga tersebut. Pasalnya integritas KPU sebagai lembaga yang cukup komit menyuarakan kontestasi yang jujur dan adil (jurdil), serta tegas melarang eks napi koruptor maju dalam kontestasi menjadi ternoda dengan kasus ini. Wahyu telah melakukan praktik yang tidak sejalan dengan semangat KPU, dalam konteks antikorupsi yang kerap didengungkan Arief Budiman dan kawan-kawan.

Hujan kritikan dan peringatan pun datang pasca-KPU kebobolan atas apa yang dilakukan oleh salah satu komisionernya itu. Banyak pihak mendesak agar KPU segera melakukan evaluasi atau berbenah diri, agar nama baik lembaga tetap terjaga.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan, kasus Wahyu akan berdampak sangat signifikan kepada persepsi publik kepada KPU. Ia memprediksi, akan banyak masyarakat yang tidak mempercayai KPU kembali jika mereka tidak segera melakukan pembenahan.