Dilaporkan ke Kejagung, pembunuhan dukun santet 1998-1999 berpola sama

Pembunuhan dukun santet di Banyuwangi, Jember, dan Malang, memiliki pola yang sama.

Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga (kiri) bersama Komisioner Komnas (kiri ke kanan) HAM Beka Ulung Hapsara, Mohammad Choirul Anam, Amiruddin dan Munafrizal Manan memberikan keterangan terkait pengembalian berkas perkara pelanggaran HAM berat oleh Kejaksaan Agung di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (10/1)/ Antara Foto

Koordinator SubKomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia (HAM) Komisi Nasional (Komnas) HAM, Beka Ulung Hapsara, menyatakan pihaknya sudah mengirimkan laporan penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat terkait peristiwa pembunuhan dukun santet tahun 1998-1999, ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Laporan tersebut dilaporkan pada 14 November 2018 lalu.

Beka mengatakan, tim penyelidikan pelanggaran HAM peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999 yang dibentuk sejak 2015, ditemukan pola peristiwa yang sama di Banyuwangi, Jember, dan Malang. Menurutnya, peristiwa ini tersebar karena dipengaruhi oleh kondisi geografis Banyuwangi hingga Malang.

Beka menjelaskan pola yang sama itu terlihat dari sebelum kejadian muncul isu etnis Tionghoa, radiogram Bupati Banyuwangi, dan Tentara Masuk Desa. Sementara itu, pelaku juga beraksi dengan pola yang sama seperti mematikan listrik, penggunaan tali dalam aksinya, dan ada pihak yang menggerakan massa.

Di sisi lain, Beka mengatakan, terdapat orang asing yang berdatangan ke wilayah kejadian, dengan ciri tidak menggunakan bahasa setempat, serta adanya penggunaan tanda silang dan panah di rumah-rumah target. Selain itu, juga ada peningkatan dalam peristiwa yang semula isu pembunuhan dukun santet, kemudian muncul isu ninja, dan orang gila.

"Tipologinya sama. Pembunuhannya dilakukan secara masif. Ada aktor di balik itu. Awalnya di create dukun santet, habis itu timbul ninja, sehabis itu orang gila," kata Beka di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (15/1).