Ibarat terorisme, penanganan karhutla juga harus luar biasa

Berdasarkan catatan Walhi, sebanyak 329 perusahaan sawit dan perusahaan hutan tanaman industri (HTI) melakukan pengerusakan lingkungkan.

Ilustrasi karhutla. (foto: pixabay)

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) menjadi bencana yang tiap tahun meneror Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sekitar 125 ribu hektare lahan terbakar selama 2017. Sedangkan tahun lalu, 438 ribu hektare lahan terbakar.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menilai persoalan karhutla memiliki kemiripan dengan terorisme karena tak mengenal batas wilayah.

"Asap itu tidak mengenal wilayah, kayak terorisme aja. Enggak bisa ini asap Indonesia saat mau ke Malaysia berhenti dulu, belok dulu, enggak bisa," papar Wiranto seperti dikutip dari Antara, Selasa (19/12).

Tak hanya itu, kemiripan lain antara karhutla dengan terorisme ialah kerusakan dan kerugiannya bagi makhluk hidup. Karena itu, Wiranto menegaskan karhutla menjadi masalah strategis regional dan global.

Sementara Kepala Departemen Kajian Pembelaan dan Hukum Lingkungan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Zenzi Suhadi meminta pemerintah melihat persoalan karhutla dari sisi degradasi lingkungan. Terlebih ancaman karhutla membesar di wilayah yang mengalami kerusakan lingkungan.

“Ancaman kebakaran itu sesungguhnya membesar karena (banyak) wilayah yang mengalami degradasi,” ujar Zenzi saat berbincang dengan Alinea.

Walhi mencatat, pengerusakan lahan juga masih terus berlanjut, baik di provinsi yang sudah berpotensi bencana karhutla maupun yang belum. Sedangkan pemerintah, terang Zenzi, masih belum memposisikan praktek pengrusakan ekosistem sebagai kejahatan.