ICW pertanyakan standar etik Dewan Pengawas KPK

Anggota Dewas KPK hanya bisa didepak jika ditetapkan sebagai terpidana oleh pengadilan.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (tengah) didampingi Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa (kiri) dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah, menyampaikan keterangan pers tentang peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (6/12). /Antara Foto

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S. Langkun mempertanyakan standar etik yang ditetapkan untuk anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Tama, standar etik anggota Dewas KPK berbanding terbalik dengan wewenangnya yang sangat besar. 

"(Calon pimpinan KPK) tercela saja bisa (dianggap) tidak memenuhi syarat, bisa enggak lolos dan tidak diangkat. Lha, Dewan Pengawas itu harus ada bukti pidana, ada bukti dari pengadilan. Baru itu bisa terjegal," ujar Tama di Jakarta Pusat, Minggu (15/12).

Pimpinan KPK memiliki kode etik yang sangat kuat mempengaruhi kinerja mereka. Petinggi KPK, misalnya, tidak diperbolehkan menemui pihak ketiga yang tengah berurusan dengan kasus korupsi. Petinggi KPK bahkan bisa dipecat jika kedapatan melanggar kode etik. 

Namun, standar kode etik seperti itu tidak berlaku bagi anggota Dewan Pengawas KPK. Anggota Dewan Pengawas KPK hanya bisa didepak dari posisinya apabila telah ditetapkan sebagai terpidana oleh pengadilan.

Dengan standar etik yang lemah seperti itu, Tama khawatir, Dewan Pengawas bakal sewenang-wenang di KPK. Apalagi, Dewan Pengawas berwenang menentukan izin penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan.