Jauh panggang dari api revisi kedua UU ITE

Revisi kedua UU ITE bermula dari adanya dorongan Presiden Jokowi jika memang regulasi itu tidak memberikan keadilan.

Hasil revisi UU ITE, yang segera disahkan, dinilai masih jauh panggang dari api alias tak selaras dengan semangat awal: memberikan keadilan. Twitter/@safenetvoice.

Komisi I DPR dan pemerintah menyetujui perubahan kedua Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Keputusan diambil rapat kerja (raker) di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Rabu (22/1).

"Apakah RUU tentang Perubahan Kedua Undang-Undang ITE dapat kita setujui untuk selanjutnya dibawa ke pembicaraan tingkat dua pada Rapat Paripurna DPR RI untuk disetujui menjadi undang-undang?" tanya pimpinan sidang, Meutya Hafid, kepada seluruh anggota Komisi I DPR dan perwakilan pemerintah yang hadir. "Setuju," jawab kompak peserta raker. 

Keputusan itu pun diapresiasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi. "Semoga perubahan kedua Undang-Undang ITE dapat berguna bagi kemajuan bangsa," tuturnya dalam raker.

Dengan begitu, hasil revisi UU ITE tinggal disahkan dalam paripurna, yang rencananya digelar 5 Desember 2023, dan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) sehingga berlaku. Adapun rapat pembahasan revisi UU ITE antara DPR bersama pemerintah berlangsung selama 14 kali sejak 24 Mei lalu.

Dalam raker, seluruh fraksi menyampaikan pandangannya tentang hasil dan harapannya atas revisi UU ITE. Perwakilan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Nico Siahaan, misalnya, sesumbar masalah multafsir UU ITE telah diselesaikan.