Jumpalitan peneliti di balik birunya capaian publikasi BRIN 

Sejumlah peneliti BRIN mengaku harus merogoh kocek pribadi untuk membiayai riset dan publikasi di jurnal ilmiah.

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko (tengah, kemeja putih) menghadiri peluncuran acara Skema Pendanaan dan Fasilitasi Riset dan Inovasi 2024 di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Gedung B.J. Habibie, Jakarta, Selasa (6/2). /Foto dok. BRIN

Robert, bukan nama sebenarnya, pasrah menerima sanksi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) yang diberlakukan manajemen Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dianggap tak mampu memenuhi parameter kinerja yang ditetapkan BRIN sepanjang 2023, tukin Robert dipotong hingga 10% sejak Januari. 

"Semuanya enggak ada aturan yang jelas dan semaunya manajemen BRIN. Akhirnya, saya dipotong tukin karena memang dicari-cari salahnya," ucap Robert saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Robert merupakan salah satu peneliti di rumpun ilmu biologi di BRIN. Ia bercerita sepanjang 2023 menggarap enam riset. Tiga di antaranya dipublikasikan di jurnal internasional. Sesuai regulasi, peneliti BRIN wajib menghasilkan riset yang dipublikasikan di jurnal ilmiah. 

Menurut Robert, BRIN memasang standar kualitas yang tinggi untuk riset-riset yang dihasilkan para penelitinya. Namun, dana riset yang digelontorkan tergolong minim. Ia bercerita harus "membongkar celengan" untuk mendanai sejumlah riset. 

Selain mendanai riset, Robert juga mengeluarkan duit yang tak kecil untuk membiayai publikasi di jurnal internasional berbayar. Ia bahkan pernah merogoh kocek pribadi hingga Rp30 juta supaya risetnya bisa tembus jurnal internasional.