Kisah di balik skandal megakorupsi BLBI ratusan triliun

Kasus skandal megakorupsi Bantuan Langsung Likuditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998 sebesar Rp144 triliun memasuki babak baru.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Toni Spontana (tengah) menyerahkan secara simbolis kepada Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman A. Arianto (ketiga kanan) uang ganti rugi korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dari terpidana Samadikun Hartono di Gedung Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (17/5). / Antara Foto

Kasus skandal megakorupsi Bantuan Langsung Likuditas Bank Indonesia (BLBI) pada 1998 sebesar Rp144 triliun memasuki babak baru.

Mantan menteri keuangan Bambang Subianto mengungkapkan soal penandatanganan surat utang BLBI senilai Rp144 triliun pada Desember 1998.

"BLBI yang menyalurkan Bank Indonesia, mereka detailnya tahu bank apa dapat berapa. Lalu BI mengajukan kepada pemerintah agar kewajiban bank kepada BI dibayar oleh pemerintah, bukan diselesaikan secara satu satu tapi secara keselurahan yaitu Rp144 triliun," kata Bambang dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Rabu (6/6).

Bambang bersaksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim telah melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) serta menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham sehingga merugikan keuangan negara hingga Rp4,58 triliun.

"Saya minta diklarifikasi angka Rp144 triliun itu, saya minta BPKP periksa. Setelah hasil periksaaan dilaporkan pada akhir November memang situasinya berat karena ada beberapa puluh triliun yang menurut BPKP tidak ada data pendukungnya. Ini secara menyeluruh. Saya jadi terjepit dalam sebuah dilema. Kalau saya tidak mengeluarkan surat utang pemerintah untuk mengganti BLBI, maka BI bangkrut dan republik Indonesia bangkrut," tambah Bambang.