KPAI: Di lembaga perlindungan pun anak rentan jadi korban penyiksaan

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, upaya pemantauan dan advokasi pencegahan terjadinya penyiksaan anak tidak mudah.

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati dalam konferensi pers Tim Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6). (Dok: YouTube/Humas Komnas HAM RI)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan upaya-upaya perlindungan untuk mencegah terjadinya penyiksaan pada anak. Ini terkait dengan dorongan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi Optional Protocol Convention Against Torture (OPCAT) sebagai mekanisme pencegahan penyiksaan.

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, upaya pemantauan dan advokasi pencegahan terjadinya penyiksaan anak menjadi hal yang tidak mudah. Ini karena anak lebih rentan untuk menjadi korban penyiksaan.

"Ini jadi hal yang tidak mudah. Orang dewasa saja masih bisa mengalami, apalagi anak dengan kerentanan yang lebih tinggi," kata Rita dalam konferensi pers Tim Koalisi untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP), Jumat (24/6).

Rita menambahkan, sesuai mandat Undang-undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), penting untuk melakukan pencegahan penyiksaan kekerasan seksual pada anak khususnya anak perempuan. Ini terkait dengan kerentanan untuk anak menjadi korban berulang saat menjalani proses hukum atau rehabilitasi.

Salah satu kasus penyiksaan kekerasan seksual terhadap anak, kata Rita, yaitu kasus pemerkosaan yang menimpa seorang anak perempuan berinisial N (14) di Lampung Timur. N yang oleh kedua orang tuanya dititipkan di rumah aman P2TP2A karena menjadi korban perkosaan, justru kembali menjadi korban perkosaan yang dilakukan Kepala P2TP2A.