Menkumham: Pasal penghinaan presiden delik aduan

Menurut Menkumham, ancaman pidana hanya berlaku jika dugaan penghinaan dilaporkan langsung oleh presiden atau wakil presiden. 

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly saat konferensi pers di kantornya. Alinea.id/Akbar Ridwan

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menjelaskan Pasal 218 tentang penghinaan presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, merupakan delik aduan. Dengan demikian, kata dia, sanksi pidana dalam pasal tersebut hanya dapat terjadi jika dugaan penghinaan dilaporkan langsung oleh presiden atau wakil presiden. 

"Jadi ini merupakan delik aduan, tetapi ini juga tidak akan dapat diberlakukan kalau untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," kata Yasonna Laoly saat jumpa pers di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (20/9).

Dalam pasal tersebut tertulis "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV."

Yasonna mengatakan, penghinaan yang dimaksud dalam pasal ini adalah tindakan merendahkan martabat presiden dan wakil presiden secara personal, yang dilakukan di muka umum.

Namun dia menekankan, pasal ini tidak bermaksud melarang adanya kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dikeluarkan oleh presiden atau wakil presiden.