Misrepresentasi aset Sjamsul dalam pusaran kasus BLBI

Boediono bersaksi, Syafruddin Arsyad Temenggung tidak pernah melaporkan misrepresentasi aset yang dilakukan pemilik Bank Dagang Negara.

Mantan Wakil Presiden Boediono memberikan keterangan saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7)./ Antarafoto

Mantan Wakil Presiden (Wapres) Boediono, hari ini dimintai keterangannya oleh Jaksa KPK dan Hakim Pengadilan Tipikor. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI). Adapun terdakwa kasus tersebut, yakni mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syaifuddin Arsyad Temenggung, kerugian keuangan negara senilai Rp4,58 triliun.

Pemanggilan Boediono sendiri menindaklanjuti pernyataan Kwik Kian Gie di persidangan sebelumnya (5/7), yang menyatakan keterlibatannya dalam penerbitan SKL BLBI saat masih menjabat Menteri Keuangan. Kala itu, Boediono juga menjadi anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), lembaga yang membidani lahirnya konsep SKL BLBI untuk diberikan ke para obligor penerima BLBI.

Dalam persidangan, eks Menteri Keuangan era Presiden Megawati ini, dimintai keterangannya soal keterlibatan dalam penerbitan SKL BLBI ke beberapa obligor besar seperti Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI).

Boediono mengenang, ini bermula dari rapat terbatas di Istana Negara pada Februari 2004. Dalam rapat tersebut dibahas permasalahan utang yang membelit Sjamsul Nursalim.

"Pada waktu itu memang disampaikan mengenai pengurangan beban para petambak sebagai imbas utang dari BDNI, karena memang ini fokusnya pengurangan beban. Saya kira (pembahasan) ini (tujuannya) baik. Sisanya, kalau tidak salah ingat, apakah itu dimunculkan atau tidak," paparnya dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Senen, Jakarta, Kamis (19/7).