MPR mau ketetapannya kembali bertaji seperti perppu

Pun menyepakati rapat gabungan soal Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) usai Pemilu 2024.

Rapat pimpinan MPR menyepakati dikembalikannya kewenangan subjektif superlatif TAP MPR agar kembali bertaji seperti perppu. Google Maps/Henky Kurniawan

Rapat pimpinan MPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (8/8), menyetujui beberapa hal. Salah satunya, mengembalikan kewenangan subjektif superlatif MPR melalui ketetatapannya (TAP).

Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengklaim, kewenangan subjektif superlatif Tap MPR bisa menjadi jalan keluar ketika terjadi kebuntuan konstitusi ataupun deadlock antarcabang-cabang kekuasaan. Dicontohkannya dengan presiden yang memiliki kewenangan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) kala terjadi kedaruratan atau kegentingan memaksa.

"Misalnya, ketika terjadi kebuntuan politik antara lembaga kepresidenan dengan lembaga DPR RI, kebuntuan politik antara pemerintah dan DPR RI dengan lembaga Mahkamah Konstitusi (MK), serta jika terjadi sengketa kewenangan lembaga negara yang melibatkan MK mengingat sesuai asas peradilan yang berlaku universal, hakim tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri, maka MK tidak dapat menjadi pihak yang berperkara dalam sengketa lembaga negara," tuturnya dalam keterangannya.

Kedua, rapat pimpinan MPR menyepakati penyelenggaraan rapat gabungan pimpinan MPR dengan pimpinan fraksi dan kelompok DPD untuk mempersiapkan rapat paripurna MPR tentang pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan Rancangan Keputusan MPR terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Rapat gabungan itu bakal digelar setelah Pemilu 2024, Februari mendatang.

Bamsoet, sapaan Bambang, rapat gabungan dilakukan usai pemilu agar situasi lebih kondusif dan bebas dari isu-isu liar, seperti perpanjangan masa jabatan presiden. MPR melalui Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan pun tetap melanjutkan kajian mendalam terkait amendemen UUD 1945.