Ombudsman endus malaadministrasi kasus Baiq Nuril

Mahkamah Agung dinilai mengesampingkan produk hukum yang dikeluarkan sendiri.

Warga menggelar aksi dukungan untuk Baiq Nuril pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di Solo, Jawa Tengah, Minggu (7/7). /Antara Foto

Ombudsman Republik Indonesia (RI) mengendus adanya potensi praktik malaadminstrasi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasus penyebaran konten bermuatan asusila yang menjerat Baiq Nuril Maknun. Malaadministrasi itu terkait penolakan MA atas permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan tenaga honorer SMAN 7 Mataram tersebut. 

Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu memastikan, pihaknya akan terus mendalami potensi praktik malaadministrasi tersebut. Setidaknya, kata Ninik, terdapat dua potensi malaadministrasi dalam putusan kasus Baiq Nuril.

"Menurut saya ada potensi malaadministrasi. Setidaknya ada penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur dalam penanganan kasus ini," kata Ninik, saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusar, Minggu (7/7).

Seharusnya, lanjut Ninik, MA menjadi institusi pemberi keadilan di tingkatan paling akhir untuk seluruh warga negara Indonesia. Namun, dalam kasus Baiq Nuril, ia menilai MA malah mengesampingkan produk hukumnya sendiri, yakni Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan.

"Perma ini kan produk hukum MA sendiri, tetapi justru dikesampingkan. Tentu ini menjadi catatan tersendiri bagi MA untuk segera melakukan koreksi, termasuk koreksi terhadap hakim yang memutuskan perkara itu," ujarnya.