Opsi-opsi mengoreksi regulasi BRIN

Tugas BRIN sebaiknya dibatasi hanya sebagai koordinator lembaga riset dan badan litbang kementerian.

Ilustrasi polemik hukum Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Alinea.id/Firgie Saputra

Usai membaca isi naskah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang beredar sekitar dua bulan silam, mantan Wakil Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas-Iptek) Andi Yuliani Paris langsung melayangkan protes kepada Laksana Tri Handoko, kepala BRIN yang baru.

Andi protes lantaran payung hukum BRIN yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 28 April 2021 itu bakal melikuidasi empat lembaga pemerintahan non-kementerian (LPNK) di bidang riset dan inovasi, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).

“Saya katakan, 'Pak Handoko, saya enggak yakin kalau BRIN ini bisa meningkatkan invensi dan inovasi.' BRIN ini juga menghilangkan lembaga penyandang dana yang selama ini bekerja dengan LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT,” ujar Andi dalam webinar Alinea Forum bertajuk "Langkah Hukum Meluruskan Regulasi BRIN", Senin (9/8).

Kepada Handoko, eks anggota Komisi VII DPR RI itu berargumentasi beleid tersebut akan membawa malapetaka bagi BRIN. Melalui pesan singkat di WhatsApp, Andi juga sempat menyampaikan kegelisahannya itu pada Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin.

Dalam pesan tersebut, Andi mengutarakan sejumlah potensi hambatan yang bakal mengadang BRIN, seperti rumitnya peralihan sumber daya manusia (SDM) dan aset penelitian yang diprediksi bakal memakan proses panjang. “Itu bukan perkara mudah. Itu memerlukan waktu bertahun-tahun,” terang Andi.