Pegawai KPK jadi ASN, ICW: Ancam profesionalitas

Perubahan status pegawai KPK menjadi ASN alias PNS disebut mengancam profesionalitas pegawai.  

Perubahan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) alias PNS menuai polemik. /Reuters

Perubahan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) alias PNS menuai polemik. Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW)  Adnan Topan Husodo mengatakan perubahan tersebut mengancam profesionalitas pegawai antirasuah.  

"Apabila diubah menjadi ASN, maka keunikan pegawai KPK harus dikhususkan. Karena kalau dia dibuat seperti ASN pada umumnya, mereka (pegawai KPK) enggak akan profesional," ucap Adnan di kantor Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (7/12).

Selain tidak profesional, apabila menjadi ASN, pegawai KPK juga dinilai tidak akan efektif dalam menjalankan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Sebab, yang dilakukan oleh komisi yang dipimpin Agus Rahardjo ini sangat spesifik dalam proses kerjanya. Ihwal itu karena wilayah birokrasi KPK terbilang terbatas. Sehingga, para pegawai tidak bisa dipaksa menjadi birokrat.

Di lain lain, perubahan status menjadi ASN juga bisa menyebabkan KPK dianggap sebagai organisasi yang harus berjalan dengan sistem birokrasi pada umumnya. Jadi, bisa mengubah arah kerja KPK.

"Wilayah mereka (pegawai KPK) itu justru adalah pada ruang membangun inovasi, strategi, kreativitas yang terus menerus harus diuji. Karena ini menyangkut soal keefektifan strategi tersebut," ujar dia.

Pemerintah sedang memproses untuk menjadikan para pegawai lembaga antirasuah ASN sebagai implikasi dari perubahan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,