Pelaku penyerangan Novel Baswedan seharusnya dituntut berat

Tuntutan tersebut dikhawatirkan menjadi pemantik keberanian penjahat jalanan menyerang aparat kepolisian.

Penyidik KPK Novel Baswedan selaku korban menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/2020). Foto Antara/Aprillio Akbar/nz

Tuntutan satu tahun hukuman yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada dua terdakwa kasus penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan menjadi sorotan beberapa pihak. Tak terkecuali Pusat Studi Konstitusi (Pusako).

Direktur Eksekutif Pusako Feri Amsari, menyayangkan atas tuntutan yang diberikan JPU tersebut. Baginya tuntutan itu sangat ringan untuk diberikan kepada terdakwa penyiraman air keras terhadap penyidik lembaga hukum.

"Saya tidak habis pikir, bagaimana mungkin pelaku penyerangan penyidik lembaga hukum dituntut begitu ringan," kata Feri kepada Alinea.id, Jumat (12/6).

Setidaknya ada beberapa kelemahan mendasar atas tuntutan ringan itu. Di mana tuntutan tersebut dikhawatirkan menjadi pemantik keberanian penjahat jalanan menyerang aparat kepolisian. Oleh sebab itu, seharusnya JPU dapat berpikir, bahwa setiap serangan terhadap aparat hukum harusnya diberi sanksi berat.

"Novel Baswedan adalah aparat penegakan hukum. Jika pelaku penyerangan aparat dituntut ringan jangan heran jika penjahat jalanan akan berani menyerang aparat," tegas dia.