Pembentukan TGPF dari masa ke masa

Solusi pembentukan TGPF untuk kasus Novel Baswedan dikhawatirkan jadi retorika saja.

Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah)/ AntaraFoto

Kepulangan Novel Baswedan ke Indonesia pada Kamis (22/2) menuai sejumlah respon. Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengungkapkan kepulangan Novel baiknya diikuti dengan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF). Tujuannya, untuk mengurai benang kusut kasus penyiraman air keras yang dialami Novel sepuluh bulan lalu, yang hingga kini masih gelap.

Usulan pembentukan TGPF ini juga disampaikan sejumlah pihak lainnya, seperti pegiat PP Muhammadiyah, YLBHI, Komnas HAM, dan Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi. Pembentukan TGPF dinilai penting, mengingat kasus Novel telah mangkrak dan pelaku penyiraman tak kunjung ditemukan.

Dalam keterangan persnya beberapa waktu lalu, Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menduga, ada keganjilan dalam penanganan perkara Novel oleh polisi. “Ini bukan soal Novel Baswedan sebagai individu, tapi kasus teror terhadap agenda pemberantasan korupsi. Kenapa penanganannya tidak bisa secepat Densus Anti Teror 88 ketika menangani terorisme,” ujarnya, dikutip dari Antara.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan TGPF jadi solusi alternatif saat terjadi kemacetan dalam proses penyelidikan sebuah perkara. Cara-cara yang digunakan oleh mereka yang bergabung dengan TGPF pun di luar proses hukum, sehingga bisa mencari celah yang belum diselidiki institusi projustitia. Ia mencontohkan, cara Polri mengusut kasus Novel adalah dengan memanggil saksi, terduga pelaku, dan semacamnya.

Namun TGPF melampaui itu, karena mereka bisa menelisik faktor politik, siapa yang jadi alat, siapa yang diduga berdasarkan penelusuran profil korban. Dengan begitu, hasil temuan bisa memberikan sumbangsih kepada proses hukumnya sendiri. Jadi proses projustitianya tetap ber­jalan, tapi hasil investigasi ini bisa dipakai atau dilebur ke projustitia.