Perpres tugas TNI atasi terorisme dinilai berlebihan

Komnas Ham menilai, Perpres itu berpotensi mengembalikan lagi dwifungsi TNI yang tidak sesuai amanat reformasi.

Prajurit TNI AD berjaga di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Rabu (27/5). Foto Antara/Aprillio Akbar/aww.

Peraturan Presiden (Perpres) tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme dinilai akan memberikan kewenangan yang berlebihan pada TNI. Hal ini juga berpotensi memicu pelanggaran HAM dan demokrasi.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham), memberi tanggapan Rancangan Peraturan Presiden tentang Tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme karena adanya tumpang tindih dengan undang-undang (UU) yang lain. Di antaranya, UU Nomor 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Anggota Komnas HAM, Choriul Anam menyatakan, semua doktrin hukum yang ada peranan TNI hanya penindakan saja, kalau selebihnya itu dilakukan polisi dan BNPT. "Tapi kan, Perpres itu mengatur semua soal TNI, termasuk soal penindakan yang menyalahi aturan yang ada. Apalagi, operasi teritorial dan operasi intelijen menyalahi prinsip negara hukum," kata Anam di Jakarta, Jumat (29/5).

Dia menyarankan, DPR untuk menolak Rancangan Perpres yang diajukan pemerintah pada awal Mei lalu. "DPR bisa menolak untuk menindaklanjuti dan bisa mengusulkan untuk menyiapkan RUU Perbantuan TNI," kata dia.

RUU Perbantuan TNI, tambah dia, jauh lebih penting karena TNI bisa melakukan operasi militer selain perang, termasuk membantu menangani terorisme.