Polisi terduga penembak Randi masih bisa dihukum pidana

Lembaga-lembaga independen negara dituntut pro aktif mengawasi Kepolisian dalam penanganan kasus penembakan yang menimpa Randi.

Lima orang polisi memasuki ruang sidang bidang Propam di Polda Sulawesi Tenggara, Kendari, Sulawesi Tenggara. Antara Foto

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyesalkan keputusan Polda Sulawesi Tenggara yang hanya menjatuhkan sanksi disiplin kepada enam anggota polisi terduga pelaku penembak mahasiswa Universitas Halu Oleo, Immawan Randi (21). 

Randi diketahui tewas tertembak peluru tajam saat mengikuti aksi unjuk rasa menolak pengesahan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), RUU KUHP, dan sejumlah undang-undang bermasalah lainnya di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara pada 26 September 2019.

Menurut Koordinator KontraS, Yati Andriyani, meski enam anggota polisi terduga pelaku penembakan terhadap Randi telah menjalani sidang etik dan disiplin, namun hal itu tidak mampu menghapuskan tuntutan pidana. Artinya, mereka masih bisa dituntut hukuman pidana. 

Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 12 ayat (1) PP 2/2003 tentang Peraturan Disiplin Polri jo. Pasal 28 ayat (2) Perkap 14/2011 tentang Kode Etik Polri, yang menyatakan bahwa penjatuhan hukuman disiplin tidak menghapuskan tuntutan pidana.

Karenanya, Yati mendesak Kapolda Sulawesi Tenggara setelah menemukan adanya bukti cukup atas penyalahgunaan senjata api yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, maka sudah seharusnya dilakukan proses penyelidikan dan penyidikan pidana terhadap keenam anak buahnya itu.