Prajurit TNI duduki kementerian atau lembaga cederai reformasi

Wacana TNI aktif bisa duduki kementerian atau lembaga pemerintahan karena banyak perwira TNI tak punya jabatan atau non job.

Anggota pasukan Divisi II Kostrad Batalyon Zeni Tempur (Zipur) 10 Darma Putra Malang tiba di Lombok International Airport (LIA) di Praya, Lombok Tengah, NTB, Jumat (22/2/2019). Antara Foto

Wacana terkait kementerian atau lembaga pemerintahan bisa diduduki oleh prajurit TNI aktif dinilai mencederai semangat reformasi. Pasalnya, jabatan tersebut berada di luar kewenangan TNI. Demikian pendapat Direktur Imparsial, Al Araf, menanggapi wacana yang disampaikan sebelumnya oleh Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto beberapa waktu lalu.

“Itu sama saja mencederai semanagat reformasi. Seharusnya, TNI mengisi jabatan yang sudah diatur dalam Undang-undang TNI saja,” kata Al Araf di Kantor Komnas HAM, Jakarta pada Jumat, (1/3).

Wacana perwira TNI aktif bisa menduduki kementerian atau lembaga pemerintahan muncul karena banyak perwira TNI yang masih aktif saat ini tak memiliki jabatan atau non job. Namun demikian, kata Al Araf, ada beberapa cara untuk mengatasi persoalan yang ada di internal TNI tersebut.

Itu antara lain menjalankan program zero growth untuk mengatasi jarak antara struktur dan jumlah personel, membatasi prajurit yang masuk Sekolah Staf dan Komando (Sesko TNI), mengedepankan sistem merit dalam mempromosikan jabatan seorang perwira, memperluas jabatan fungsi khusus tempur seperti di Kostrad, dan melakukan restrukturisasi organisasi terhadap jabatan yang tidak efektif.

Apabila wacana tersebut tetap dipaksakan, menurut Al Araf, telah mengalami penyimpangan dari tugas dan fungsinya, yang sebetulnya dipersiapkan untuk perang. Adapun penyimpangan tugas dan fungsi TNI telah terjadi pada 8 Januari 2015, dimana adanya MoU antara Kementrian Pertanian dengan TNI.