Resah di balik tujuan mulia jalan berbayar elektronik

Setelah terus menerus molor, wacana jalan berbayar elektronik kembali mengemuka. Tapi, belum diimbangi sistem transporasi publik yang baik.

Ilustrasi jalan berbayar elektronik. Alinea.id/Aisya Kurnia.

Dodi Bimo, seorang petugas keamanan di sebuah gedung yang ada di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, mengernyitkan dahi ketika membaca berita soal rencana Pemprov DKI Jakarta yang bakal memberlakukan jalan berbayar elektronik (JBE) atau electronic road pricing (ERP). Pria 34 tahun itu takut bila kebijakan menyasar pula untuk pengendara sepeda motor seperti dirinya.

Jika kebijakan itu diberlakukan, ia mengaku harus mengalkulasi pengeluarannya karena penghasilannya terbilang pas-pasan. “Mau enggak mau harus ngirit,” katanya saat berbincang dengan Alinea.id di Tangerang Selatan, Senin (27/12).

Sebelum dimulai operasional jalan berbayar pada 2023, rencananya Pemprov DKI Jakarta bakal mengadakan lelang dan pembangunan ERP di 18 ruas jalan Ibu Kota sepanjang 174,04 kilometer pada 2022.

Koridor jalan berbayar yang diwacanakan itu, di antaranya simpang TB Simatupang-Bundaran Hotel Indonesia, Kuningan, Harmoni-Cawang, Cawang-simpang Perintis Kemerdekaan, dan simpang Pramuka-Gunung Sahari.

Nantinya, penerapan jalan berbayar eletronik dilakukan bertahap. Sebagai tahap awal, Pemprov DKI Jakarta akan melakukan lelang untuk pembangunan di simpang CSW, dekat Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) ASEAN hingga Bundaran HI sepanjang 6,7 kilometer.