Respons Denny Indrayana setelah dilaporkan ke polisi soal rumor putusan MK

Menurut Denny, seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara.

Pengamat hukum Denny Indrayana. Foto: youtube.com/@uyakuyatv261

Pengamat hukum Denny Indrayana, merespons munculnya beberapa laporan polisi atas informasi yang dia sampaikan terkait akan dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal sistem pemilu legislatif apakah proporsional tertutup atau proporsional terbuka.

"Terlepas adanya hak setiap orang untuk melaporkan ke polisi, saya berpendapat hak demikian mesti digunakan secara tepat dan bijak. Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana. Terlebih,pembicaraan terkait topik politik di waktu menjelang kontestasi  Pemilu 2024 sangat rentan dengan kriminalisasi kepada lawan politik, yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkam sikap kritis dan oposisi," papar dia dalam keterangan resminya, Minggu (4/6).

Dia menjelaskan, informasi yang dia sampaikan kepada publik melalui akun sosial media adalah, upaya mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi, sebelum dibacakan. Karena putusan MK itu bersifat final and binding. Tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk 
umum. Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak 
ada lagi ruang koreksi.

Masih segar dalam ingatan bagaimana putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang pimpinan yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Firli Bahuri cs.

"Saya berpendapat putusan terkait sistem pemilu legislatif sangat penting dan strategis, sehingga menjadi
perhatian banyak kalangan dari Sabang sampai Merauke. Bukan hanya dari partai dan bacaleg, namun 
juga yang paling penting, memengaruhi kadar suara rakyat pemilih yang tidak lagi punya bobot menentukan jika MK memutuskan sistem proporsional dengan nomor urut (tertutup) menggantikan sistem nama dan suara terbanyak (terbuka)," papar dia.