Saatnya UU ITE direvisi

Hukum tidak boleh dalam cengkeraman kekuasaan.

Foto ilustrasi Alinea.id/Sulthanah Utarid

Dorongan publik agar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) direvisi semakin kencang. Teranyar, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyampaikan jangan alergi terhadap perubahan jika memang suatu keharusan.

Terkait hal itu, dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Sobirin Malian, menilai sudah saatnya UU ITE tersebut direvisi. Sebab, undang-undang tersebut dinilai sangat hegemonik karena telah menjadi “alat” kekuasaan untuk melemahkan setiap orang yang berbeda pendapat dengan pemerintah.

"Posisi undang-undang ini makin tak terbendung karena di-back up oleh aparat kepolisisan yang ringan tangan. Oleh karena itu, dalam pandangan beberapa pakar, UU ITE telah dikonstruksikan sebagai tidak adil, diskriminatif, dan tebang pilih," jelasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (4/3).

Untuk itu, dia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI selaku wakil rakyat harus sensitif karena “korban” undang-undang ini adalah rakyat, tokoh kritis yang dianggap tidak sejalan dengan pemerintah dan ulama yang membela kebenaran.

"DPR harus membela dan melindung rakyat karena itulah fungsi dan tugas mereka yang harus dituangkan dalam legislasi," katanya.