Saya transpuan dan hanya ingin hidup tenang

Sejumlah transpuan bercerita suka duka mereka menjadi ‘berbeda’ dengan orang kebanyakan. Dirundung, diserang, diusir sudah biasa.

Ilustrasi kelompok demonstran yang mendukung LGBT./ NDTV

Hari sudah larut tatkala 60-an orang berpakaian putih mengejar dua transpuan di daerah Komsen, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat. Menyadari ancaman tersebut, transpuan yang biasa mencari uang di lokasi ini terpaksa lari lintang pukang hingga 500 meter jauhnya. Nahas, mereka tertangkap di depan Bank Mandiri Komsen.

Kejadian berikutnya sudah bisa ditebak. Mereka ditelanjangi, dipukul dengan besi sepanjang 50 sentimenter di mata, dada, dan sekujur tubuhnya. Rambut salah satu penyintas pun dipotong paksa. Keduanya ketakutan. “Allah, Allah,” teriak transpuan sambil terisak, memohon dikasihani.

Namun, para penyerang yang diduga baru pulang dari acara peringatan Maulid Nabi ini memang sudah gelap mata. "Tidak ada Allah (untuk) kalian! Enggak perlu sebut-sebut Allah! Kalian enggak pantas dilahirkan," balas kelompok penyerang tak kalah nyaring. Penyerangan yang tak seimbang ini berlangsung selama satu jam. Keduanya babak belur. Keduanya trauma.

Kronologi kejadian itu pertama kali ditulis media Jakarta Post, disusul Tirto.id. Saya mencoba menghubungi Titin, salah seorang pendamping transpuan Bekasi itu lewat telepon. “Betul, memang kejadiannya seperti itu. Sampai sekarang pun saya masih bersama dengan dua korban,” ujarnya di sela pertemuan dengan tim advokasi lainnya. Ada beberapa organisasi dan simpatisan yang melakukan pendampingan, termasuk SWARA, kelompok transgender male to female di Jakarta yang kerap bekerja sama dengan organisasi berminat sama, Arus Pelangi.

Dari penyerangan hingga Perda: Upaya menggembosi LGBT