Sengkarut zonasi di atas tanah LSD

Peta lahan sawah yang dilindungi (LSD) yang dirilis Kementerian ATR/BPN diprotes warga dan pengembang.

Ilustrasi lahan sawah yang dilindungi (LSD). Alinea.id/MT Fadillah

Sudah sekitar dua pekan, lahan persawahan dan permukiman warga di Desa Bolo Pleret, Kecamatan Juwiring, Klaten, Jawa Tengah, jadi biang keributan. Semula berstatus sebagai zona kuning, lahan itu mendadak jadi zona hijau setelah ditetapkan sebagai lahan sawah dilindungi (LSD) oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). 

Kepala Desa Bolo Pleret, Catur Joko Nugroho turut ketiban susah. Ia mengaku tak bisa tidur nyenyak lantaran saban hari didatangi warga yang memprotes perubahan status lahan milik mereka. Warga ogah lahannya masuk dalam daftar LSD Kementerian ATR/BPN. 

"Jadi, ada empat petak. Nah, setengah hektare bakal jadi perumahan. Rencana ke depan seperti itu. Dengan masalah ini, jadi pada takut. Pusing saya harus meminta Kementerian ATR/BPN mengembalikan status lahan warga," tutur Catur kepada Alinea.id, Selasa (2/8).

Kegaduhan terkait lahan LSD di Desa Bolo Pleret, kata Catur, bermula dari laporan seorang warga desa. Sang warga mengeluh lantaran sawahnya sulit dijual ke pengembang karena berstatus LSD. Usai mendapat laporan, Catur pun mengklarifikasi status lahan tersebut ke Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten. 

"Ternyata, berdasarkan foto udara ATR/BPN, saya lihat lahan (milik warga) itu sudah ditetapkan sebagai LSD. Padahal, itu desa saya zona kuning berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) Klaten," kata Catur.