Standar ganda Polri dipertanyakan

KontraS menemukan banyak tersangka yang tidak mendapatkan bantuan hukum saat diperiksa.

Polisi menunjukkan tersangka pelaku kericuhan pada Aksi 22 Mei saat gelar perkara di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (23/5). /Antara Foto

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (KontraS) menemukan adanya pembatasan akses terhadap saksi maupun tersangka kerusuhan 21-22 Mei. Wakil Koordinator KontraS, Feri Kusuma mengatakan, pembatasan akses tersebut diketahui dari aduan 7 keluarga para tersangka. 

"Orang-orang yang diamankan atau ditangkap, berdasarkan laporan (kepada KontraS), banyak yang kesulitan dalam bertemu dengan keluarganya," ucap Feri kepada wartawan di kantor KontraS, Jakarta, Rabu (12/6).

Kepolisian telah menetapkan lebih dari 400 tersangka dalam kasus kerusuhan yang menewaskan 9 orang pada 21 dan 22 Mei. Namun demikian, gerak cepat kepolisian dalam memadamkan kerusuhan diwarnai peristiwa salah tangkap dan kekerasan personel terhadap peserta aksi. 

Selain dibatasi aksesnya, KontraS juga menemukan banyak tersangka yang tidak mendapatkan bantuan hukum dalam pemeriksaan. Menurut Feri, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 60 KUHAP. "Di mana setiap tersangka berhak untuk menerima kunjungan dari keluarganya," imbuh dia. 

Senada, pengamat hukum pidana Chairul Huda memandang kepolisian memainkan standar ganda dalam menangani para tersangka kerusuhan 21 dan 22 Mei. Polisi, disebut Chairul, cenderung membingkai kerusuhan sebagai tindakan yang dimotori kepentingan politik.