Wamenkes sebut obat-alkes masih dominan impor

Berbagai inovasi teknologi di sektor kesehatan, bisa menjamin resiliensi atau ketahanan untuk mencapai kemandirian.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Foto kemkes.go.id

Penanganan Covid-19 di Indonesia kerap terkendala pada pengadaan alat-alat kesehatan (alkes) yang masih dominan dari impor luar negeri. Bahkan, Indonesia pernah mengalami kesulitan dalam penanganan Covid-19 akibat kekurangan ventilator (alat bantu pernafasan).

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono berharap, ke depan Indonesia semakin minim ketergantungan dari impor luar negeri. Pandemi Covid-19 mengajarkan Indonesia untuk melakukan kemandirian secara total di berbagai sektor. Tak terkecuali, kemandirian di bidang kesehatan. Apalagi Indonesia memiliki keanekaragaman hayati atau biodiversitas untuk bahan baku pengembangan obat-obatan siap pakai.

“Sampai saat ini, kami juga melakukan evaluasi, 10 molekul obat yang diperlukan dalam produksi obat di Indonesia dan semuanya masih dalam impor. Ke depan, kami akan melakukan proses hilirisasi (proses mendekatkan hasil riset dan inovasi kepada penggunanya), supaya produk-produk yang tadinya diimpor, itu bisa diproduksi dalam negeri,” ucapnya dalam diskusi virtual, Selasa (10/8).

Ia pun menyebut, Indonesia sesungguhnya dapat membuat obat parasetamol yang biasanya digunakan untuk menurunkan demam. Namun, bahan baku paracetamol masih mengimpor. Padahal, para-aminofenol (PAF) bisa diproduksi dari sisa bahan bakar minyaknya Pertamina.

Di sisi lain, teknologi alat kesehatan juga dapat dikembangkan dalam waktu singkat untuk memenuhi kebutuhan mendesak penanganan Covid-19. Misalnya, ventilator yang bisa dibuat dalam waktu 3-4 bulan, padahal dalam keadaan normal semestinya membutuhkan 3-4 tahun.