Ancaman krisis legitimasi dari gelombang protes anti 'cawe-cawe' Jokowi

Sudah lebih dari 20 kampus negeri dan swasta yang merilis petisi dan pernyataan sikap memprotes manuver-manuver Jokowi di pemilu.

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kanan) makan bakso di sebuah warung makan di Magelang, Jawa Tengah, Senin (29/1). /Foto Instagram @prabowo

Gelombang protes kalangan akademikus terhadap manuver-manuver politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2024 terus membesar. Teranyar, puluhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) merilis pernyataan sikap bertajuk petisi Bumi Siliwangi. Petisi dibacakan di kampus UPI di Bandung, Jawa Barat, Senin (5/2) lalu.

Guru besar ilmu politik UPI Cecep Darmawan mengatakan petisi itu dirilis sebagai kritik terhadap tindakan cawe-cawe Jokowi yang berlebihan dalam kontestasi elektoral. Menurut dia, Indonesia sedang berada dalam kondisi krisis etika karena Jokowi memihak ke salah satu paslon. 

"Penyalahgunaan kekuasaan, penggunaan fasilitas negara dan politisasi bansos untuk kepentingan politik elektoral, serta pelanggaran netralitas oleh para pejabat publik dalam pemilu menjadi gejala terdegradasinya nilai, moral, dan etika kebangsaan," kata Cecep kepada juru warta.

Pada hari yang sama, Universitas Airlangga (Unair) Surabaya juga merilis manifesto. Isinya serupa, yakni mengecam segala bentuk praktik pelemahan demokrasi yang diorkestrasi Jokowi. Manifesto dibacakan di  depan halaman Gedung Pascasarjana, Kampus B Dharmawangsa, Unair, Surabaya, Jawa Timur. 

"Hal yang perlu diingat kembali oleh Presiden bahwa legitimasi maupun dukungan rakyat kepada pemerintahannya sejak sembilan tahun lalu tidak bisa dilepaskan dari harapan bahwa Presiden akan menjalankan etika republik dan merawat demokrasi maupun pemerintahannya yang bebas KKN,” kata guru besar psikologi Unair Hotman Siahaan.