Bawaslu desak KPU patuhi putusan soal OSO

KPU masih belum menentukan sikap terkait status OSO sebagai calon anggota DPD RI.

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Abhan (tengah) berbincang dengan Komisioner KPU Hasyim Asy'ari (kanan) dan Tim Kuasa Hukum Oso Gugum Ridho Putra (kiri) dalam sidang lanjutan dugaan pelangggaran administrasi terkait pencalonan Oesman Sapta Odang alias Oso sebagai anggota DPD, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (2/1). Foto Antara

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan putusan Bawaslu terkait kasus sengketa yang diajukan Ketua Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO). Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, keputusan terkait OSO memengaruhi tahapan pemilu yang dirancang KPU.  

"Dengan Putusan PTUN yang mencabut SK (surat keputusan) KPU Nomor 1130 (tentang daftar calon tetap anggota DPD). Maka, SK 1130 sudah tidak bisa lagi dijadikan payung hukum terhadap legalitas calon legislatif DPD RI," kata Ratna di Media Centre Bawaslu, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (15/1).

Bawaslu memutus kasus dugaan pelanggaraan administrasi dalam pencoretan nama OSO dari DCT anggota DPD RI di Pemilu 2019. Dalam putusannya, Bawaslu meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memasukkan kembali nama OSO di DCT anggota DPD RI. 

Sengketa administratif yang diajukan OSO bermula dari surat bernomor 1492 yang dikirimkan KPU kepada OSO pada 8 Desember 2018. Dalam surat tersebut, KPU memberikan waktu hingga Jumat (21/12) kepada OSO untuk mundur dari jabatannya sebagai pengurus Hanura jika ingin namanya masuk ke dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. 

Surat KPU dianggap OSO bertentangan dengan putusan MA bernomor 65/P/U/2018 tanggal 25 Oktober 2018 yang menyatakan putusan MK baru berlaku pada Pemilu 2024. Putusan MA itu diperkuat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-Jakarta tanggal 14 November 2018.