Kinerja KPU dinilai belum optimal 

KPU diminta tak terlalu banyak mengurusi hal-hal yang tidak substansial.

Direktur Eksekutid SPD August Mellaz (kiri), Ketua Lima Indonesia Ray Rangkuti (kedua kiri), peneliti FORMAPPI Lucius Kasus (kedua kanan), dan Ketua Exposit Strategi Arif Susanto (kanan), dalam diskusi bertajuk

Sejumlah persoalan teknis terkait penyelenggaraan pemilu mencuat jelang pemungutan suara 17 April 2019. Selain masuknya ratusan nomor induk kependudukan (NIK) KTP elektronik warga negara asing ke daftar pemilih tetap (DPT), Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI juga mengaku bakal kerepotan memenuhi kebutuhan DPT tambahan. 

Belum lama ini, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi juga melaporkan kejanggalan pada data 17 juta pemilih di DPT KPU. Selain yang ratusan ribu pemilih tanggal lahirnya sama, BPN bahkan menemukan sejumlah pemilih 'belum lahir' masuk ke DPT. 

Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) August Mellaz menyebut kinerja dari penyelenggara pemilu belum optimal. Salah satunya terkait ketidakmampuan KPU menyediakan DPT tambahan (DPTb) dan meminta publik menggugat aturan terkait DPT ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

"Menurut saya, dia (KPU) lari dari tanggung jawab. Bagaimana kemudian publik menilai dia bagus? Dari jawaban mereka sendiri kan tak menyelesaikan masalah," kata August dalam diskusi bertajuk "Ribet Pemilu dan Sikap Peserta Pemilu: Akankah Berujung Delegitimasi?" di Cafe Karonai, Jakarta, Kamis (14/3).

August meminta KPU dapat membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) prioritas terkait persoalan-persoalan penyelenggaraan pemilu. Menurut dia, DIM itu bakal memudahkan KPU untuk menyelesaikan berbagai polemik terkait penyelengaraan pemilu.