Kisah para petugas KPPS dan buruknya sistem pemilu serentak

Pemilu 2019 membawa banyak korban meninggal para petugas KPPS di sejumlah daerah.

Pemilu serentak banyak memakan korban nyawa petugas KPPS. Alinea.id/Sulthanah Utarid

Pemilihan umum bukan saja mempertaruhkan dana dan tenaga, tetapi juga nyawa. Saat Indonesia menggelar pemilu pertama pada 1955, ada beberapa petugas pemilu yang wafat.

Faishal Hilmy Maulida menyinggungnya di dalam bukunya Di Balik Bilik Suara: Konstruksi Pemilu Pertama di Indonesia 1953-1956. Menurut Faishal, selama masa persiapan pemilu terjadi beberapa kasus panitia badan penyelenggara pemilu di daerah yang diculik dan gugur saat menjalankan tugas.

Misalnya, penculikan yang menimpa anggota Panitia Penyelenggara Pemilu (PPP) Pinrang, Sulawesi, bernama Andi Djije dan anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) Pinrang bernama Muh. Junus. Andi diculik dari rumahnya pada 20 Agustus 1955 dan dibawa masuk ke hutan. Sedangkan Muh. Junus hilang sejak 7 Juli 1955.

Di Brebes, Jawa Tengah dilaporkan 10 orang anggota Panitia Penyelenggara Pemilu gugur dalam menjalankan tugasnya. Seluruhnya diculik dan dibunuh gerombolan pengacau.

Saat ini, publik terhenyak dengan pemberitaan banyaknya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia di sejumlah daerah usai melaksanakan tugas menyukseskan Pemilu 2019. Hingga Selasa (23/4) sore, jumlah petugas KPPS yang wafat 111 orang. Terbanyak menimpa anggota KPPS di Jawa Barat, yakni 44 orang.