Nama OSO tak masuk DCT, Pakar: Langkah KPU sudah benar

KPU merupakan korban dari kebijakan beberapa lembaga yang berbeda-beda.

etua KPU Arief Budiman (tengah) bersama Komisioner KPU Ilham Saputra (kiri), Hasyim Asy'ari (kedua kiri), Wahyu Setiawan (kedua kanan) dan Pramono Ubaid Tanthowi (kanan) memberikan pernyataan pers terkait putusan Bawaslu atas pencalonan Oesman Sapta Odang di DPD dan kesiapan penyelenggaraan debat pertama capres-cawapres di Media Center KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Rabu (16/1/2019). Antara Foto

Nama Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Oesman Sapta Odang atau biasa disapa OSO hingga kini belum masuk dalam daftar calon tetap Pemilu 2019 sebagai calon legislatif DPD RI. Keputusan KPU tak memasukkan nama OSO dinilai sudah benar.

Demikian dikatakan Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti. Menurutnya, keputusan KPU tersebut telah berdasarkan konstitusi lantaran mengacu pada putusan MK yang menyatakan anggota DPD tidak boleh berasal dari pengurus partai politik. 

“Ketika KPU berpegang terus pada konstitusi, ternyata malah dilaporkan pidana. Pidana kan tempatnya kriminal,” kata Bivitri dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (30/1).

Dengan mempertahankan sikapnya itu, Bivitri menilai, KPU sedang melaksanakan satu konstruksi konstitusional. Sementara aksi OSO yang terus mendesak KPU disebut Bivitri dapat mengganggu persiapan Pemilu 2019.

Pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, mengatakan KPU merupakan korban dari kebijakan beberapa lembaga yang berbeda-beda. Ada beberapa penafsiran berbeda yang di antaranya dari Mahkamah Konstitusi,  Mahkamah Agung, PTUN termasuk Bawaslu.

“Jelas KPU korban dari kebijakan yang berbeda beda. KPU seperti mengalami dilema dari putusan hukum yang satu dengan lainnya yang saling bertabrakan. Uniknya, KPU justru yang harus menanggung akibatnya,” kata Ray.