Dari petisi hingga amicus curiae: Perjuangan tak henti akademisi menolak cawe-cawe Jokowi

Setidaknya ada 303 tokoh dan akademikus mengajukan diri menjadi sahabat pengadilan dalam sengketa Pilpres 2024.

Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden di ruang sidang pleno MK, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024). /Foto dok. humas MK

Kaum akademikus dari berbagai kampus kembali menyuarakan penolakan terhadap pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran). Teranyar, sebanyak 303 akademikus dan tokoh masyarakat sipil mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). 

Saat menyampaikan berkas amicus curiae ke Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (28/3) lalu, guru besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto mengatakan ia dan rekan-rekan akademikus meminta agar MK tak ragu mendiskualifikasi Prabowo-Gibran karena pencalonan Gibran bermasalah. 

"Harapan kami, hakim MK tak hanya memberikan keadilan yang sifatnya prosedural formal saja, keadilan angka-angka, tetapi juga memberikan keadilan substantif, melihat segala proses karena hasil itu tergantung dari prosesnya," ujar Sulistyowati. 

Setidaknya ada tiga poin utama yang dijabarkan kaum akademikus dan masyarakat sipil dalam naskah amicus curiae yang diberikan kepada delapan hakim MK pengadil PHPU Pilpres 2024. Pertama, KPU salah memaknai putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran sebagai pendamping Prabowo. 

Kedua, penetapan Gibran sebagai cawapres semestinya batal demi hukum karena kesalahan pemaknaan dari KPU terhadap putusan nomor 90. Terakhir, MK dengan segala kebijaksanaannya tidak ragu mendiskualifikasi Gibran sebagai peserta Pilpres 2024.