Politik uang mendominasi pelanggaran pemilu

Masyarakat masih menganggap politik uang hal yang lumrah.

Sebuah alat peraga kampanye (APK) rusak oleh orang tak bertanggung jawab di kawasan Pademangan, Jakarta, Minggu (20/1). Perusakan APK merupakan salah satu tindak pidana pemilu yang digarap Bawaslu selain politik uang. Foto Antara

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah memutuskan sebanyak 28 perkara pelanggaran pidana pemilu selama lima bulan masa kampanye. Di antara 28 pelanggaran itu, sebagian besar didominasi oleh politik uang dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) atau pejabat daerah.

"Yang paling banyak dari 28 (putusan) itu adalah persoalan politik uang," kata Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/2).

Modus politik uang yang lazim digunakan para peserta pemilu, menurut catatan Bawaslu ialah dengan membagikan sembako, menjanjikan ibadah umrah dan membagikan uang.

Adapun terkait netralitas ASN atau pejabat daerah, Abhan mengatakan, pelanggaran yang ditemukan Bawaslu biasanya bisa berupa kegiatan mengampanyekan calon baik secara langsung maupun via media sosial. "Ada tindakan atau ucapan atau sikap yang menunjukkan keberpihakan kepada salah satu peserta pemilu," kata Abhan.

Di tempat terpisah, Direktur Riset Charta Politika Muslimin mengatakan mayoritas warga DKI Jakarta masih memaklumi adanya politik uang. Hal itu diketahui dari hasil sigi terbaru merekam preferensi politik publik DKI di pentas Pileg 2019.