sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Politik uang mendominasi pelanggaran pemilu

Masyarakat masih menganggap politik uang hal yang lumrah.

Robi Ardianto
Robi Ardianto Senin, 11 Feb 2019 21:10 WIB
Politik uang mendominasi pelanggaran pemilu

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah memutuskan sebanyak 28 perkara pelanggaran pidana pemilu selama lima bulan masa kampanye. Di antara 28 pelanggaran itu, sebagian besar didominasi oleh politik uang dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) atau pejabat daerah.

"Yang paling banyak dari 28 (putusan) itu adalah persoalan politik uang," kata Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan kepada wartawan di Jakarta, Senin (11/2).

Modus politik uang yang lazim digunakan para peserta pemilu, menurut catatan Bawaslu ialah dengan membagikan sembako, menjanjikan ibadah umrah dan membagikan uang.

Adapun terkait netralitas ASN atau pejabat daerah, Abhan mengatakan, pelanggaran yang ditemukan Bawaslu biasanya bisa berupa kegiatan mengampanyekan calon baik secara langsung maupun via media sosial. "Ada tindakan atau ucapan atau sikap yang menunjukkan keberpihakan kepada salah satu peserta pemilu," kata Abhan.

Di tempat terpisah, Direktur Riset Charta Politika Muslimin mengatakan mayoritas warga DKI Jakarta masih memaklumi adanya politik uang. Hal itu diketahui dari hasil sigi terbaru merekam preferensi politik publik DKI di pentas Pileg 2019. 

Dalam surveinya, Charta Politica melibatkan 2.400 responden dari dapil DKI I, II dan III. Di dapil DKI I yang meliputi Jakarta Timur, sebanyak 58,2% responden memaklumi adanya politik uang. "Lalu 31,3% tidak dapat memaklumi dan tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 10,5 persen," jelasnya. 

Hal serupa juga terekam dari kajian terhadap responden di dapil DKI II yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri. Di dapil DKI II, sebanyak 47% warga yang memaklumi, sebanyak 41% tidak dapat memaklumi dan sisanya tidak menjawab atau menjawab tidak tahu.

"Dapil DKI Jakarta III, sebanyak 42,6% memaklumi, 47,6% mengatakan tidak dapat dimaklumi dan 9,8% tidak tahu atau tidak menjawab. Sebagian besar masyarakat DKI menyukai pembagian hadiah berupa sembako," kata Muslimin. 

Sponsored

Menurut Muslimin, minimnya pendidikan politik membuat masyarakat menganggap politik uang sebagai hal yang lumrah karena "Pendidikan politik terhadap publik memang masih sangat rendah. Terutama dari  parpol dan caleg itu sendiri," kata Muslimin.

Caleg DPR RI dari dapil DKI III Charles Honoris mengatakan politik uang tidak lagi 'laku' digunakan sebagai alat mendulang suara. "Saya tidak percaya money politic dapat menghasilkan suara," kata politikus PDI Perjuangan itu. 

Berita Lainnya
×
tekid