Telan korban jiwa, pilpres-pileg diusulkan dipisah

Selain mendorong kompetisi tak sehat antara para kandidat, penyelenggaraan pemilu secara serentak juga membebani penyelenggara.

Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) menunjukkan surat suara kepada para saksi saat dilakukan perhitungan lanjutan di TPS bersebelahan dengan Pos Lanal Pusong di Desa Pusong Baru, Lhokseumawe, Aceh, Kamis (18/4). /Antara Foto

Cendekiawan Muslim Komarudin Hidayat mengusulkan agar pilpres dan pileg diselenggarakan secara terpisah. Selain mendorong kompetisi tak sehat antara para kandidat, menurut dia, penyelenggaran pemilu secara serentak juga membebani penyelenggara. 

"Pemilu ini memang berat sekali bebannya, dalam satu hari lima coblosan se-Indonesia. Persaingannya juga ketat sehingga beban dari pelaksana itu berat. Ke depan agar dipertimbangkan dipisah antara pilpres dan pileg," kata Komarudin kepada wartawan di Jakarta, Selasa (23/4)

Pemilu 2019 diselenggarakan serentak dan jumlah pemilih mencapai lebih dari 180 juta dan lebih dari 811.000 tempat pemungutan suara (TPS). Pemilu berbiaya lebih dari Rp24 triliun itu menyebabkan setidaknya 91 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia dan 374 petugas jatuh sakit. 

Selain 'prajurit' KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mencatat sebanyak 33 orang pengawas pemilu meninggal dunia. Para pengawas pemilu yang meninggal saat dan usai menjalankan tugas tersebar di 26 kabupaten/kota di 10 provinsi. 

Komarudin mengatakan, fenomena maraknya petugas KPPS yang meninggal dunia mengindikasikan beratnya beban kerja petugas KPU di lapangan. KPU pun ia nilai lalai mengantipasi peningkatan beban kerja para petugasnya jelang pencoblosan.