Terganjal rapor merah Korps Adhyaksa

Institusi kejaksaan yang justru butuh pembenahan minim disorot di visi-misi capres-cawapres.

Jaksa Agung H.M Prasetyo./Antara Foto

Meskipun nilai kerugiannya jauh melebihi kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-e) dan kasus Century, namun kasus mega korupsi penjualan kondensat oleh PT PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) sepi sorotan. Digarap Bareskrim Polri sejak 2015, kasus ini belum juga masuk meja hijau. 

Padahal, berkas untuk dua tersangka—Kepala BP Migas (sekarang SKK Migas) Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono—dinyatakan telah lengkap (P21) sejak Januari 2018. Pada akhir Maret 2018, Kejaksaan Agung dan Polri sepakat untuk menunda pelimpahan tahap dua (tersangka dan barang bukti) kasus tersebut. 

Alasannya, polisi masih memburu Direktur PT TPPI Honggo Wendratno yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Desember 2018 lalu, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, pihaknya masih menunggu polisi angkat tangan dalam perburuan terhadap Honggo. 

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, alasan yang diungkapkan Kejagung terkait kasus Honggo janggal. Pasalnya, Kejagung pernah mendorong peradilan in absentia untuk kasus-kasus korupsi lainnya. 

"Kalau nunggu Honggo sepuluh tahun lagi juga tidak akan tertangkap. Sekarang saja enggak bisa nangkep. Padahal, sebelumnya Kejagung pernah menyidangkan in absensia. Itu kan malah tidak adil. Saya mendengar sendiri orang di dalam situ (Kejagung) bilang itu (kondensat) jangan diterusin," ujar Boyamin kepada Alinea.id di Jakarta, beberapa waktu lalu.