Pemerintah perlu mengkaji ulang rencana penerapan skema penggajian tunggal untuk ASN.
Digagas sejak beberapa tahun lalu, pemerintah berencana memberlakukan skema penggajian tunggal atau single salary untuk aparatur sipil negara (ASN) pada 2025. Skema ini sudah diuji coba di sejumlah kementerian dan lembaga, semisal Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam skema ini, rencananya gaji pokok dan seluruh tunjangan ASN digabung menjadi satu paket hingga mencapai Rp11 juta per bulan. Namun, hingga kini belum ada kejelasan kapan skema gaji tunggal itu berlaku secara nasional.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengatakan skema gaji tunggal punya sisi positif dan negatif. Pada sisi positif, sistem single salary bisa membawa keteraturan dan menyederhanakan struktur penggajian ASN, sebagaimana diterapkan di sejumlah negara maju.
Namun, ia mengingatkan ASN di Indonesia terbiasa menerima pendapatan tambahan dari berbagai tunjangan berbasis kinerja atau aktivitas-aktivitas seperti perjalanan dinas. Ada potensi skema gaji tunggal bikin ASN malah malas-malasan.
“Kalau semuanya digabung jadi satu, bisa jadi ASN yang rajin dan aktif justru kehilangan semangat karena pendapatannya tidak lagi mencerminkan usaha. Ini yang disebut dengan ‘PGPS’, pintar goblok, pendapatan sama. Artinya, baik rajin maupun malas, pendapatannya tetap sama,” ujar Esther kepada Alinea.id di Jakarta, Kamis (4/7).