Pernyataan dampak kerugian kejahatan terhadap korban kerap belum jadi acuan para hakim dalam memutus vonis.
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Achmadi meminta partisipasi aktif korban dalam peradilan diatur secara khusus dalam rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana atau Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).
Bentuk partisipasi yang disinggung LPSK berupa pernyataan dampak kejahatan yang dialami oleh korban atau victim impact statement (VIS). Partisipasi korban dalam proses persidangan, ujar Achmadi, merupakan salah satu bentuk perlindungan dan pemenuhan hak yang mendasar.
"RKUHAP hendaknya mengakomodasi hak korban untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses peradilan melalui pernyataan dampak kejahatan sebagai bentuk partisipasinya,” ucap Achmadi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6) lalu.
Menurut Achmadi, setidaknya ada tiga bagian pokok pernyataan dampak korban yang perlu diatur dalam RUU KUHAP, yakni deskripsi kondisi fisik yang diakibatkan kejahatan, kondisi psikis dan emosional korban, serta kondisi kerugian finansial yang diakibatkan kejahatan.
Achmadi menegaskan pernyataan dampak korban kejahatan ini dapat diterapkan dan tidak menyalahi aspek prosedur dalam sistem peradilan pidana saat ini. "Penyampaian dampak kejahatan yang dialami korban dapat dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam memutus perkara," kata dia.