Pemerintah bakal menggelar uji publik naskah penulisan ulang sejarah nasional pada Juli 2025.
Narasi sejarah lokal diharapkan tak hanya ditulis dalam bingkai kasus-kasus pemberontakan pada era demokrasi liberal dekade 1950-an. Pakar kajian otonomi daerah dan juga guru besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Djohermansyah Djohan mengatakan peran daerah dalam kemerdekaan juga harus jadi bagian penting dalam buku sejarah nasional yang sedang disusun Kementerian Kebudayaan.
"Sekalipun itu (pemberontakan) memang fakta sejarah. Tapi, jauh sebelum itu terjadi rakyat di daerah turut serta dalam proses perjalanan panjang terbentuknya sebuah negara Indonesia. Semula, Indonesia itu imajinasi. Menyoal pemberontakan daerah yang pernah terjadi, itu juga salah pemerintah pusat karena tidak memperlakukan adil rakyat di daerah," kata Djohermansyah kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.
Mei lalu, Ketua Tim Penulisan Ulang Sejarah RI, Profesor Susanto Zuhdi mengungkapkan buku sejarah nasional yang baru direncanakan bakal berisi 10 bab, mulai dari ketika Indonesia belum mengenal tulisan atau masa sejarah awal hingga era Reformasi dan pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Bab VIII bertajuk "Demokrasi Liberal". Bab itu didesain untuk menceritakan sejarah dari tahun 1950-an. Saat itu, terjadi sejumlah pemberontakan di dalam negeri, semisal berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta).
Djohermansyah mengaku khawatir sejarah daerah terdistorsi oleh narasi sejarah yang terlampau nasionalistik. Padahal, sejarah lokal memiliki beragam muatan penting, semisal terkait kebudayaan, desentralisasi dan juga keragaman daerah yang menjadi keniscayaan dari sebuah proses berdirinya negara bangsa Indonesia.